JAM-Pidum Setujui 5 Perkara Di-RJ

JAM-Pidum Setujui 5 Perkara Di-RJ

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Menyetujui 5 Restorative Justice, 4 perkara Narkotika & 1 terkait Penghentian Penuntutan-dok. Kejati Jatim-

JAKARTA, HARIAN DISWAY -- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui lima Restorative Justice pada Senin, 28 Juli 2025. Empat pengajuan permohonan penyelesaian perkara dalam tindak pidana narkotika, dan satu permohonan penghentian penuntutan terhadap tersangka Pauzi Nanjaya.

Berkas perkara narkotika yang diselesaikan yaitu tersangka Krisna Adam tersangka Habibi Dwi Saputra, dan tersangka Deri Pradia dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir.

Ketiganya disangka melanggar Pasal 114 Ayat (1) jo. Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; Pasal 112 Ayat (1) jo. Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Serta tersangka Danil dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

BACA JUGA:JAM-Pidum Setujui Restorative Justice untuk Dua Kasus, Salah Satunya Pencurian Motor di Jakarta Timur

BACA JUGA:Dukung Transformasi Penuntutan, JAM-Pidum Berkerja Sama dengan PT Pegadaian

Asep menyebutkan enam alasan disetujuinya permohonan rehabilitas terhadap para tersangka, yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para tersangka positif menggunakan narkotika; berdasarkan hasil penyidikan dengan metode know your suspect, para tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user); para tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Disebutkan juga berdasarkan hasil asesmen terpadu, para tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika; para tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang; dan para tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif, berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” ujar Asep.

BACA JUGA:Kejagung Memeriksa 7 Orang Saksi Tambahan Kasus Sritex

BACA JUGA:Kasus PT Sritex, Kejagung Periksa 16 Orang Saksi Lagi

Sementara itu, Asep juga menyetujui penghentian penuntutan terhadap tersangka Pauzi Nanjaya alias Pauzi bin Mardinus, dari Kejaksaan Negeri Lebong. Pauzi disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Permohonan ini telah disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Victor Antonius Saragih, S.H., M.H. dan dikuatkan dalam ekspose yang disetujui oleh JAM-Pidum.

Perkara terjadi saat tersangka Pauzi dan korban Rivaldo Mahendra terlibat pertengkaran akibat pembubaran balap liar di Desa Tabeak Blau Dua pada 12 Januari 2025. Tersangka memukul kepala dan wajah korban hingga menyebabkan luka memar dan robek di bagian mulut, sebagaimana hasil Visum Et Repertum RSUD Lebong.

Pasca kejadian, tersangka mengakui perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf.

Kemudian pada 14 Juli 2025, dilaksanakan proses perdamaian yang difasilitasi oleh Kepala Kejaksaan Negeri Lebong Evelin Nur Agusta, S.H., M.H., Kasi Pidum Heri Antoni, S.H. selaku Jaksa Fasilitator. Korban menerima permintaan maaf tersangka tanpa syarat, serta sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan.

BACA JUGA:Kejagung Periksa 11 Saksi Terkait Kasus Minyak Mentah PT Pertamina

BACA JUGA:Kejagung Kembali Periksa 16 Orang Saksi Kasus PT Sritex, Termasuk Petinggi Bank

Asep menyebutkan sembilan alasan diberikannya penghentian penuntutan, yaitu karena telah dilaksanakan proses perdamaian, tersangka telah meminta maaf dan korban menerimanya; tersangka belum pernah dihukum; tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Disebutkan juga proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; pertimbangan sosiologis; dan masyarakat merespons positif.

BACA JUGA:Kejagung Periksa 6 Saksi Perkara Minyak Mentah PT Pertamina

BACA JUGA:Kejagung Periksa 13 Orang Saksi Lagi Kasus PT Sritex

“Kepala Kejaksaan Negeri Lebong dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” ungkap Asep. (*)

*) Mahasiswa Magang Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: