Mimpi Jatim di Hari Jantung Sedunia: Menjadi Pusat Layanan Jantung Berkelas Dunia

ILUSTRASI Mimpi Jatim di Hari Jantung Sedunia: Menjadi Pusat Layanan Jantung Berkelas Dunia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BEBERAPA BULAN LALU, pagi yang cerah di Bojonegoro berubah menjadi momen penuh ketegangan. Seorang ibu rumah tangga berusia 55 tahun tiba-tiba merasakan nyeri hebat di dada, disertai sesak napas dan keringat dingin, suatu pertanda serangan jantung yang mungkin bisa merenggut nyawanya sewaktu-waktu.
Keluarganya panik, tetapi kali ini mereka tidak pasrah seperti dulu. Mereka segera membawanya ke RSUD Sosodoro Djatikoesoemo yang kini telah dilengkapi fasilitas kateterisasi jantung (cathlab).
Pasien tersebut selanjutnya menjalani prosedur pemasangan stent. Hanya beberapa hari kemudian dia sudah pulang, sehat, dan mampu beraktivitas kembali.
BACA JUGA:Hari Jantung Sedunia 29 September: Sejarah, Tema Peringatan dan Cara Menjaga Kesehatan Jantung
BACA JUGA:Penyebab Kematian Hulk Hogan Terungkap: Serangan Jantung Akut
Kisah seperti itu, yang dulu jarang terdengar di luar Kota Surabaya, kini makin sering kita temui berkat pembangunan layanan jantung yang lebih merata di Jawa Timur dari ujung utara hingga selatan, dari Bojonegoro hingga Banyuwangi.
Setiap tanggal 29 September, dunia memperingati Hari Jantung Sedunia sebagai pengingat bahwa penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian nomor satu secara global. Menurut WHO, sebanyak 17,9 juta orang meninggal akibat penyakit jantung setiap tahun. Itu setara dengan 32 persen dari seluruh kematian di dunia.
Di Indonesia, beban penyakit jantung juga terus meningkat. Berdasar data Riskesdas 2018, prevalensi penyakit jantung di Jawa Timur mencapai 1,5 persen dari populasi.
BACA JUGA:Gejala Serangan Jantung pada Perempuan: Kenapa Sering Tidak Disadari?
BACA JUGA:Apakah Gejala Serangan Jantung sama dengan Gejala Maag?
Yang menarik, angka itu lebih tinggi pada kelompok aparatur pemerintahan –PNS, TNI, Polri, pegawai BUMN– yakni 2,7 persen. Fakta itu memunculkan urgensi untuk memperkuat promosi kesehatan dan skrining rutin, khususnya di kalangan usia produktif.
Namun, kondisi hari ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan beberapa dekade lalu. Pada 1970-an, fasilitas kesehatan di Jawa Timur masih sangat terbatas. Pasien serangan jantung dari kabupaten harus dirujuk ke Surabaya dan sering kali terlambat mendapat penanganan.
Angka kematian akibat serangan jantung bisa mencapai 40–50 persen karena keterbatasan fasilitas dan layanan. Situasi mulai berubah ketika RSUD dr Soetomo membangun cathlab pertamanya pada akhir 1980-an, yang menjadi pionir layanan intervensi jantung di Jawa Timur.
BACA JUGA:Kenali Faktor Risiko Serangan Jantung, Ada yang Permanen, Ada yang Bisa Diminimalisir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: