Outrage Fatigue dan Stres: Alasan Bijaksana Menggunakan Media Sosial

Outrage Fatigue dan Stres: Alasan Bijaksana Menggunakan Media Sosial

Ilustrasi: Media sosial.--


--

Pernahkah anda merasakan kelelahan emosional akibat paparan terus-menerus terhadap isu-isu, berita, atau peristiwa di media sosial? Anda mungkin mengalami outrage fatigue. Ley, D.J (2017) dalam artikelnya berjudul Coping With outrage fatigue mendeskripsikan outrage fatigue sebagai perasaan kelelahan emosional, sinisme, apatis, dan keputusasaan yang muncul ketika seseorang terlalu sering terpapar isu-isu sosial, politik, hukum, atau ekonomi yang memicu kemarahan. 

Orang merasa terbebani karena terlalu banyak masalah yang dianggap layak mendapat reaksi, tapi sumber daya emosional dan psikologisnya terbatas. Dalam konteks ini, individu atau masyarakat menjadi terbiasa dengan siklus kemarahan kolektif, sehingga respon emosional mereka terhadap ketidakadilan atau isu moral tertentu melemah, berkurang, atau bahkan mati rasa. 

Fenomena ini sering dikaitkan dengan media sosial, di mana siklus berita dan wacana publik berlangsung sangat cepat dan memicu ‘banjir kemarahan’ terhadap berbagai isu, sehingga orang merasa lelah untuk terus-menerus marah, peduli, atau terlibat. Akibatnya, reaksi publik bisa menjadi apatis, meskipun isu yang dihadapi tetap serius. 

Contohnya, seorang pengguna media sosial awalnya marah dan aktif berbicara soal isu korupsi. Namun setelah berbulan-bulan terus-menerus melihat kasus serupa, ia menjadi tidak peduli lagi, meskipun bukti yang muncul semakin besar. 

Contoh lainnya, dalam konteks global, publik sering kali menanggapi bencana kemanusiaan dengan kemarahan awal, tapi lama-lama berhenti peduli karena merasa lelah (fatigue) mengikuti berita buruk yang tiada henti.

BACA JUGA:91 Persen Orang Tua di Indonesia Setuju Ada Akun Medsos Khusus Remaja

BACA JUGA:1 Orang 1 Akun Medsos untuk Ruang Digital Sehat

Penyebab Terjadinya Outrage Fatigue

Penyebab utama outrage fatigue adalah paparan terus-menerus terhadap berita buruk melalui media sosial dan berita 24 jam yang tak pernah berhenti. Seperti kita ketahui beberapa waktu terakhir, pemberitaan tentang isu sosial, politik, hukum dan ekonomi sedang menjadi perhatian banyak orang. 

Saat kita membuka media sosial, isu tersebut mau tidak mau kita konsumsi dan menyebabkan kelelahan akibat terlalu banyak informasi negatif yang kita serap. Banyak isu yang meminta perhatian, tapi tidak semua bisa ditangani atau diperbaiki secara langsung oleh individu. Kondisi tersebut membuat individu marah dan tidak mampu mengendalikan emosinya. Ley, D.J. (2017) menyebutkan istilah ‘ceiling effect’ untuk menggambarkan seseorang sudah mencapai tingkat marah maksimal terhadap suatu isu, lalu akhirnya muncul isu lain yang sama atau lebih parah, tetapi tidak bisa atau tidak punya cukup energi untuk meresponnya. 

Outrage Fatigue dan Stres

Beberapa dampak psikologis yang muncul akibat outrage fatigue diantaranya stres yang meningkat yang membuat seseorang mengalami sulit tidur, tidak tenang karena pikiran terus menerus memutar isu-isu yang memicu kemarahan. Dinamika outrage fatigue menjadi stres sangat menarik untuk ditelaah. Paparan berulang merupakan sumber dari aktivasi stres individu. 

Ketika seseorang terus-menerus terpapar isu yang memicu kemarahan (outrage), tubuh dan pikiran masuk ke mode fight-or-flight. Aktivasi ini meningkatkan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Jika berlangsung lama, dapat memicu kelelahan psikologis. Ley, D.J. (2017) menyebut bahwa orang merasa capek untuk marah, karena terlalu sering berada pada level emosi tinggi. 

BACA JUGA:Dunia Medsos Pengaruhi Hak Prerogatif Presiden

BACA JUGA:Delpedro Marhaen Jadi Tersangka, Polisi: Ajak Anarkis Lewat Medsos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: