Sister City Surabaya-Varna untuk Masa Depan Kota Global
ILUSTRASI Sister City Surabaya-Varna untuk Masa Depan Kota Global.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
KONSEP sister city atau kota kembar lahir dari semangat mulia untuk membangun jembatan hubungan antarnegara. Namun, esensinya seharusnya melampaui sekadar seremoni belaka, menuju kerja sama nyata yang saling menguntungkan dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi.
Dalam konteks inilah, kisah kerja sama antara Surabaya di Indonesia dan Varna di Bulgaria menjadi sebuah studi kasus yang penuh pelajaran berharga. Surabaya, dengan populasi sekitar 3,02 juta jiwa, adalah kota metropolitan dengan tulang punggung ekonomi yang kuat.
Sektor industri, pelabuhan, dan perdagangan menyumbang 18,5 persen terhadap PDRB-nya. Di seberang benua, Varna, yang berpenduduk sekitar 335 ribu orang, berdiri sebagai kota pelabuhan utama di Laut Hitam dengan andalan di sektor pariwisata, pelabuhan, dan manufaktur.
BACA JUGA:Bertemu Dubes Belanda Surabaya Bakal Jalin Sister City dengan Kota di Belanda
BACA JUGA:IPI Kota Surabaya Gelar Seminar Nasional dan Musda: Refleksi Literasi dan Regenerasi Kepemimpinan
Dua kota itu sejatinya memiliki modal awal yang sangat menjanjikan. Mereka sama-sama merupakan kota pelabuhan internasional dengan aktivitas perdagangan dan pariwisata yang dinamis, pusat pendidikan yang signifikan, serta memiliki infrastruktur transportasi dan militer yang strategis.
Kesamaan karakteristik itu semestinya menjadi fondasi kokoh untuk membangun kemitraan yang produktif. Namun, kenyataannya, modal kesamaan tersebut ternyata tidak cukup. Jarak geografis yang jauh antara Surabaya-Indonesia dan Varna-Bulgaria menciptakan tantangan logistik dan biaya koordinasi yang tinggi, membatasi intensitas kegiatan bersama.
Ditambah lagi, tembok penghalang berupa perbedaan bahasa, budaya, dan regulasi yang makin mempersulit terwujudnya kolaborasi yang mendalam. Akibatnya, hubungan sister city Surabaya-Varna pada akhirnya tidak mampu memenuhi harapan.
BACA JUGA:Ah, Surabaya Tak Seindah Masa Kecilku Dulu: Menyoal Lenyapnya Jembatan Tunjungan Center
BACA JUGA:Hari Kopi Internasional 2025, 1 Oktober: Denyut Nadi Surabaya dalam Segelas Kopi
Kegiatan yang terjalin lebih banyak bersifat simbolis dan seremonial, tanpa mampu melahirkan program-program substantif yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
Kendala utama yang membuat kerja sama itu tidak optimal terletak pada pola pelaksanaannya yang masih terbatas pada kunjungan formal dan pertukaran hadiah diplomatik. Nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani kedua kota hanya berlaku hingga tahun 2015 dan tidak diperpanjang.
Itu menjadi bukti nyata adanya masalah mendasar dalam implementasi dan tindak lanjut. Akar masalahnya adalah ketiadaan program konkret yang melibatkan akar rumput, lemahnya koordinasi antarinstansi, dan absennya mekanisme teknis yang menjamin keberlanjutan program.
BACA JUGA:Surabaya Goes to Wellness and Medical Center Tourism
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: