Ketika Kepercayaan kepada Dokter Dipertaruhkan: Menjembatani Harapan Pasien dan Realitas Medis

Ketika Kepercayaan kepada Dokter Dipertaruhkan: Menjembatani Harapan Pasien dan Realitas Medis

ILUSTRASI Ketika Kepercayaan kepada Dokter Dipertaruhkan: Menjembatani Harapan Pasien dan Realitas Medis.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

DALAM beberapa waktu terakhir, kembali terjadi konflik antara dokter dan pasien. Hubungan yang didasari kepercayaan seakan dirusak oleh suatu realitas medis yang tidak sesuai dengan harapan. Harapan bahwa dokter dapat memberikan kepastian, kesembuhan, dan solusi tanpa celah sesuai kompetensinya. 

Harapan yang terbentur dengan realitas bahwa terkadang hasil dari upaya medis tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Situasi itu adalah cermin penting bagi profesi kesehatan dan masyarakat. 

Bukan sekadar tentang benar atau salah, melainkan sebuah refleksi untuk memaknai hubungan dokter-pasien di tengah kompleksitas sistem kesehatan.

BACA JUGA:Masa Depan Profesi Kedokteran: Melampaui 'Karut-marut' Menuju Transformasi Berkelanjutan

BACA JUGA:Rumah Sakit Pendidikan di Dunia Kedokteran

HARAPAN KEPASTIAN VS REALITAS KOMITMEN PADA UPAYA TERBAIK

Di era teknologi dan informasi, masyarakat makin memahami haknya untuk memperoleh pelayanan medis yang aman dan bermutu, yang berkorelasi dengan harapan terhadap hasil pengobatan yang optimal. 

Di sisi lain, ilmu kedokteran mengupayakan yang terbaik dengan standar yang tertinggi, tapi tidak berarti bisa menjanjikan 100 persen keberhasilan. Cara kerja tenaga medis dan prosedur dalam pelayanan medis dikerjakan melalui suatu komitmen kepastian standar dan mutu, tetapi hasil tindakan medis bukanlah rumus pasti matematika dengan hasil akhir pasti berhasil. 

Ada begitu banyak faktor yang melampaui kemampuan medis yang menjadi penentu keberhasilan terapi. Diagnosis bukan hasil dari satu jalur data saja. Terapi tidak menghasilkan respons yang sama pada setiap pasien. 

BACA JUGA:Gigi Rusak Bukan Akhir Segalanya, Inovasi Kedokteran Gigi Punya Solusinya

BACA JUGA:Manajemen Regulasi Emosi Dokter Syahpri, Terima Kasih Teladannya!

Komplikasi medis bisa muncul bahkan pada tindakan paling standar sekalipun. Ironisnya, kegagalan klinis sering dimaknai sebagai kesalahan manusia belaka, dengan mengesampingkan faktor keterbatasan lainnya. Di titik itulah sering muncul ketegangan: ketika harapan kepastian bertemu dengan upaya terbaik.

Ketegangan itu sering diperburuk oleh komunikasi yang tidak optimal. Satu kalimat dari dokter yang dimaksudkan menyampaikan kemungkinan dimaknai sebagai jaminan. Persepsi berhasil sering kali berbeda antara dokter dan pasien. 

Kemungkinan buruk tidak pula tersampaikan di awal sehingga dianggap sebagai kesalahan. Dokter acap kali hanya melakukan tindakan yang menurutnya terbaik, tetapi melupakan bahwa pasien atau keluarga pasien perlu memahami risiko, komplikasi, dan kemungkinan terburuk yang dapat terjadi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: