Ketika Kepercayaan kepada Dokter Dipertaruhkan: Menjembatani Harapan Pasien dan Realitas Medis

Ketika Kepercayaan kepada Dokter Dipertaruhkan: Menjembatani Harapan Pasien dan Realitas Medis

ILUSTRASI Ketika Kepercayaan kepada Dokter Dipertaruhkan: Menjembatani Harapan Pasien dan Realitas Medis.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Ketika Media 'Mengadili' Profesi Dokter, Efek Buruk Generalisasi di Era Sensasi Berita

BACA JUGA:Keutamaan Budi (Virtue) Dokter Bukan Sekadar Kewajiban Kemanusiaan

Kesenjangan itulah yang kemudian berkembang menjadi kekecewaan, bahkan konflik yang berujung tuntutan hukum.

KOMUNIKASI EFEKTIF: ”TEROBOSAN” YANG TERABAIKAN

Banyak kasus konflik dokter-pasien yang berawal dari kesalahpahaman atau kurangnya informasi. Komunikasi bukan sekadar soft skill, melainkan juga komponen wajib yang sama pentingnya dengan pengetahuan dan keterampilan medis. Setidaknya ada empat prinsip dasar komunikasi yang diperlukan dalam hubungan dokter-pasien.

Pertama, empati sebagai dasar. Kasih dan perhatian dokter yang nyata melalui verbal maupun nonverbal menunjukkan dukungan dokter terhadap pasien. Pelayanan yang disertai hati tentu dirasakan berbeda oleh pasien jika dibandingkan dengan pelayanan yang sekadar kewajiban atau rutinitas.

BACA JUGA:Dokter Priguna Perkosa Putri Tidur

BACA JUGA:Apakah Profesi Dokter Masih Menjadi Pilihan?

Kedua, eksplorasi dan validasi persepsi dan emosi pasien. Pasien datang tidak hanya membawa tubuh yang sakit, tetapi juga rasa takut, cemas, dan harapan sembuh. Emosi dan persepsi memengaruhi probabilitas kesembuhan maupun kepatuhan terhadap terapi. Dokter bukan maha tahu dan maha bisa sehingga emosi, persepsi, harapan, kecemasan pasien harus digali dan direspons dokter.

Ketiga, transparansi realistis. Tidak ada terapi yang 100 persen bebas risiko. Menjelaskan manfaat, risiko, komplikasi tindakan medis dan probabilitas medis, bukanlah bentuk defensif untuk menghindari tuntutan, melainkan bentuk edukasi. Tantangannya adalah penyampaian informasi sesuai batasan dengan cara yang manusiawi.

Keempat, konfirmasi pemahaman. Banyak konflik muncul ketika dokter menganggap pasien telah memahami penjelasannya, atau sebaliknya, pasien yang menganggap diri memahami. Dokter perlu memastikan pemahaman pasien dengan mengamati dan menanyakan.

BACA JUGA:Dokter Detektif (Doktif) di Tengah Industri Skincare

BACA JUGA:Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, Makassar

Komunikasi adalah keterampilan dasar, tetapi sering diabaikan atau disepelekan sehingga tidak dilatih dan tidak dipraktikkan secara konsisten. 

MEMBANGUN JEMBATAN ANTARA DOKTER DAN PASIEN 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: