Ekspresi Seni Pelukis Cilik dalam Cahaya Damai di Galeri Merah Putih Surabaya: Beri Dukungan, Jangan Dibatasi

Ekspresi Seni Pelukis Cilik dalam Cahaya Damai di Galeri Merah Putih Surabaya: Beri Dukungan, Jangan Dibatasi

DAHLAN ISKAN memandangi lukisan Aston, salah satu pelukis cilik yang memamerkan karyanya dalam Cahaya Damai, di Galeri Merah Putih pada Minggu, 21 Desember 2025.-Tirtha Nirwana Sidik-Harian Disway

HARIAN DISWAY - Pameran seni lukis Cahaya Damai menjadi bukti bahwa ekspresi seni anak-anak bisa seserius orang dewasa. Asalkan, tidak ada aturan kaku yang mengekang atau perspektif orang dewasa yang membatasinya. 

Ditingkahi bunyi mesin kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan dekat Galeri Merah Putih Surabaya, pameran seni lukis Cahaya Damai dibuka. Tepat pukul 14.00 WIB, sebanyak 57 lukisan karya anak-anak menjumpai penikmatnya pada Minggu, 21 Desember 2025. 

Cahaya Damai mengobarkan semangat berkesenian dalam dada anak-anak Surabaya. Pameran yang berlangsung pada 20-25 Desember 2025 itu menampilkan karya lima seniman cilik yang masih berstatus pelajar SD.

Kelimanya adalah Adinda, Aerilyn, Aston, Jezlyn, dan Kaelyn. Mereka menuangkan imajinasi ke atas kanvas. Inspirasi mereka adalah benda-benda di sekitar atau fenomena tertentu. Termasuk, tokoh dan karakter favorit. 

BACA JUGA:Collector’s Spotlight Orasis Art Space Tampilkan 10 Lukisan Sambut Libur Natal dan Tahun Baru

BACA JUGA:Pameran Tunggal Keempat Anang Prasetyo Tak Sengguh Kemanten Anyar, Sajikan Ruang Kontemplatif Petani Jiwa


ARIEF WONG bersalaman dan berbincang dengan Dahlan Iskan di sela pameran Cahaya Damai yang berlangsung sampai 25 Desember 2025.-Tirtha Nirwana Sidik-Harian Disway

Dahlan Iskan, founder Harian Disway, menyempatkan diri ke Galeri Merah Putih untuk menyaksikan Cahaya Damai. Ia memandangi lukisan-lukisan yang dipajang di sana. Di depan beberapa lukisan, ia nampak tertegun agak lama. 

“Saya suka lukisan yang itu,” ujarnya lalu menunjuk lukisan pemandangan yang terinspirasi karya Vincent Willem van Gogh

Dahlan mengapresiasi semua lukisan yang ada di galeri hari itu. Ia mengatakan bahwa para pelukis cilik yang berpartisipasi dalam pameran adalah anak-anak yang ingin mengekspresikan diri. 

Menurut Dahlan, ekspresi tidak bisa dibatasi. Juga, tidak boleh diintervensi. “Mereka sangat ekspresif, seperti nyiur melambai itu yang menggambarkan alam Indonesia. Padahal, anak ini kan belum berusia 10 tahun,” katanya mengomentari karya Adinda.

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Perupa Asal Jember Arief Wong: Ke Shou Ben Fen

BACA JUGA:Hadirkan Nuansa Bali dalam Peringatan 4 Tahun Teh Villa Gallery Surabaya: Empat Pelukis, Satu Tradisi

Tentang lukisan ikan dan burung karya Aston, Dahlan mengatakan bahwa si pelukis punya ekspresi yang kuat karena bisa menggambarkan gerak seekor ikan. Sementara, burung yang Aston lukis menundukkan kepalanya seperti sedang merenung. 

Arief Wong, pengajar sekaligus kurator seni, mengungkapkan bahwa setiap pelukis mempunyai ciri khas masing-masing. Misalnya, lukisan karya Adinda dan Aston. Karena memang pelukisnya tidak sama, maka perbedaannya pun langsung bisa dikenali. 

“Berbeda dengan anak laki-laki yang warnanya lebih berani, pelukis perempuan umumnya menggunakan warna-warna yang soft seperti pink,” ungkap Arief kepada Harian Disway.

Selain warna, Aston dan Adinda juga punya preferensi bentuk yang tidak sama karena selera mereka pun berbeda. Hal lain yang membuat tiap lukisan berbeda adalah minat pada pelukis.

BACA JUGA:Zine Exhibition Jelang Hari Ibu: Panggil Aku dengan Namaku

BACA JUGA:Menyulamkan Suara Perempuan Lewat Workshop Sashiko

Lukisan Aston jelas berbeda dengan karya Adinda dan tiga pelukis cilik lainnya. Itu karena minat mereka memang tidak sama. Dibandingkan Aston, lukisan Adinda lebih lembut. Dia lebih suka melukiskan boneka, pemandangan ala Van Gogh, dan bunga-bunga. 

“Saya memang membiarkan keliaran mereka dalam berkreasi. Mau melukis apa pun, saya enggak pernah membatasi,” ucap Arief.

Sebagai pengajar seni yang muridnya adalah anak-anak, ia memang harus sabar dan tekun. Ia juga harus pandai-pandai memantik kreativitas dan imajinasi anak-anak didiknya. Sebisa mungkin, Arief tidak membelenggu ekspresi anak-anak didiknya.

Melukis adalah proses kreatif yang tidak hanya bisa dinikmati pelukisnya saat berproses seni, tetapi juga bisa dinikmati pengunjung setelah menjadi produk. Antok, misalnya. Pengunjung yang datang dari Sidoarjo itu mengaku menikmati ekshibisi Cahaya Damai.


PARA PENGUNJUNG mengagumi lukisan karya lima pelukis cilik yang dibimbing Arief Wong dalam pameran Cahaya Damai di Galeri Merah Putih Surabaya.-Tirtha Nirwana Sidik-Harian Disway

BACA JUGA:Sidoarjo in flux: Lintasan & Pertemuan 20 Entitas Seni Kota Delta di Tiga Titik

BACA JUGA:Layar Lokal Film Festival (LLoFF) VI Bawa Misi Budaya, Edukasi, dan Pariwisata Sidoarjo

Ia mendapatkan banyak pelajaran dan pengertian lewat pameran tersebut. “Ternyata ekspresi seni anak-anak itu bisa luas ya,” kata lelaki 65 tahun tersebut.

Lukisan pesawat, kereta cepat, dan pemandangan, menurut Antok, adalah wujud dari hasil pemikiran anak-anak alias pelukis ciliknya. “Karya mereka itu wujud keragaman dan kekayaan pikiran mereka,” paparnya.

Arief berharap, para orang tua bisa memberikan keleluasaan yang sama dengannya kepada anak-anak mereka. Orang tua tidak perlu membatasi kreativitas anak-anak. 

Yang paling dibutuhkan anak-anak dari orang dewasa adalah dukungan dan semangat untuk terus berkreasi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: