Danantara, Kopdes Merah Putih, dan State Capitalism ala Prabowo

Rabu 14-05-2025,09:33 WIB
Oleh: Sukarijanto*

DI tengah dinamika perekonomian global yang penuh ketidakpastian dan persaingan sengit dalam memperebutkan sumber-sumber daya ekonomi, negara dituntut memiliki terobosan demi mempertahankan kelangsungan pertumbuhannya. Terlebih, di saat meletup persaingan dagang yang dipertajam dengan perang tarif dengan melibatkan negara adidaya ekonomi, imbasnya sangat eskalatif dan menjungkirbalikkan tatanan perdagangan global yang bebas dan egaliter. 

Gagasan perdagangan bebas yang berangkat dari spirit The Wealth of Nations yang merupakan buah pikir Bapak Ekonomi Klasik Adam Smith kini menghadapi tantangan perubahan fundamental. Doktrin 

BACA JUGA:Hatta dan Danantara

BACA JUGA:Menggugat Independensi BPI Danantara

Smith yang memfatwakan bahwa persaingan ekonomi yang bertumpu pada mekanisme kekuatan pasar bebas, yang dikenal sebagai kapitalisme pasar, akan menggerakkan negara menuju kemakmuran. 

Mazhab itu menegasikan peran negara seminim mungkin dan meyakini bahwa geliat pasar yang bebas dari campur tangan negara akan secara efisien mengalokasikan sumber daya dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Akan tetapi, antara gagasan ekonomi pasar bebas dan realitas yang terjadi sering kali tidaklah sesuai dengan harapan.

BACA JUGA:Danantara: Lompatan Besar atau Sekadar Mimpi Besar?

BACA JUGA:BPI Danantara: Lembaga Pengepul Dana atau Birokrasi Investasi Baru?

Aturan free market-based competition tak sepenuhnya berjalan sebagaimana mestinya dan bahkan sebaliknya, dinamika pasar yang berlangsung ”harus” memerlukan campur tangan negara untuk membatasi persaingan bebas yang cenderung tidak terkendali. 

Persaingan bebas yang tidak terkendali tanpa arah cenderung berpotensi mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) negara.  

Seakan membaca tanda-tanda zaman, Prabowo dalam karyanya, Paradoks Indonesia, menyoroti dua hal yang menjadi tantangan besar sebuah negara dengan kekayaan melimpah di tengah perlambatan ekonomi, tetapi belum mampu mengeksplorasi demi kemakmuran bangsa. 

BACA JUGA:Danantara Desa

BACA JUGA:Program Koperasi Desa Merah Putih Percepat Pembangunan Astacita

Pertama, perekonomian yang dikuasai pemodal besar dan demokrasi yang dikuasai oligarki. Sebuah otokrotik terhadap sistem ekonomi yang membuat kekayaan negara terkonsentrasi di tangan segelintir elite, dengan 66 persen kekayaan Indonesia dikuasai 10 persen sekelompok orang terkaya. 

Kategori :