Komedi Tragedi Eky Priyagung
Ilustrasi komedi tragedi Eky Priyagung. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BANYAK komedian yang berasal dari bawah. Tapi, komedian yang berterus terang dan tak segan menjadikan masa lalunya yang kelam secara terbuka diungkapkan, itu tak banyak yang bisa melakukan. Salah satunya adalah Eky Priyagung.
Saya bertemu dengannya saat sama-sama menghadiri pelapasan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ketika masa jabatan salah seorang calon presiden itu berakhir pada 5 September 2024.
Ia hadir bersama dua kawannya. Yang menjadi bagian dari tim content creator-nya. Eky hadir ke Semarang karena diajak salah seorang sahabat Ganjar. Salah seorang yang tinggal di Jakarta dan ingin pria berambut putih itu menjadi orang pertama di RI.
Eky Priyagung (kiri) dalam suatu kesempatan.-Arif Afandi untuk Harian Disway-
BACA JUGA:Komedian Purwadi alias Rita Warintil Meninggal Dunia
BACA JUGA:Review Darli and the Cocky Prince : Komedi Ber-setting Galeri
Eky dikenal sebagai komika –sebutan terkini untuk artis stand-up comedy– dari Bandung. Ia memang alumnus ITB. Satu di antara tiga kampus terkemuka di Indonesia. Kampus yang menjadi mimpi ratusan ribu siswa dari seluruh Indonesia.
Tapi, ia juga seorang profesional. Menjadi copy writer di perusahaan periklanan terkenal di ibu kota. Jenis pekerjaan kreatif yang bergengsi. Apalagi, di era industri kreatif sekarang ini. Mimpinya generasi non rebahan.
Sebagai content creator, ia hadir di acara itu untuk ”meliput” pelepasan Ganjar yang berlangsung di depan kantor gubernur Jateng. Juga, bikin konten untuk akun media sosial mereka dengan Alam Ganjar, anak sang capres.
BACA JUGA:Drakor to Watch selama September: Manjakan Penggemar Komedi Romantis
BACA JUGA:First Impression Drakor Crazy Love: Komedi, Thriller, dan Tragedi Yang Tak Asyik
Di zaman sekarang, sebuah peristiwa tak hanya butuh wartawan. Lebih memerlukan para content creator yang memiliki follower banyak. Yang bisa menyampaikan pesan dalam bentuk visual pendek-pendek. Yang disukai generasi digital sekarang.
Saya yang berasal dari generasi cetak agak keteteran mengikuti tren generasi digital itu. Masih tidak terbiasa dengan penyampaian pesan secara ringan, cair, dan lebih bersifat visual dan gerak. Terkadang yang slengekan justru bisa viral.
Di era platform media cetak, wartawan tulis masih bisa menjadi seperti raja. Saya masih menikmati era ketika sebuah acara penting oleh pejabat atau swasta yang tidak akan dimulai sebelum wartawan tertentu tiba.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: