Akhir Depresi Caroline Angelica sang Mahasiswi Unair
Ilustrasi jenazah mahasiswi Unair Caroline Angelica bunuh diri. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Di hari terakhir hidup, dia menjalani coas (co-assistant). Program profesi mahasiswa kedokteran hewan untuk mendapatkan gelar dokter hewan. Artinya, tak lama lagi dia meraih gelar dokter hewan, lantas boleh praktik. Di usia segitu. Hampir semua orang pasti beranggapan, masa depan Caroline jelas.
Papa Gunawan: ”Bernadette orangnya pendiam. Apa pun selalu dipendam sendiri. Seolah semua baik-baik saja. Sehingga kami orang tua, tidak tahu, apa problem yang dia alami. Apa yang ada di pikiran dia.”
Gunawan menyimpulkan: ”Mungkin dia terlalu capek. Soalnya, aktivitas perkuliahannya padat sekali. Dia selalu bolak-balik Kediri-Surabaya, kadang membantu usaha toko kami di Kediri. Kemudian, harus meneruskan coas di Unair.”
Apa yang sesungguhnya terjadi pada Caroline? Pertanyaan itu butuh jawaban. Bermanfaat buat masyarakat. Kalau Caroline –yang sepanjang hidup tak kekurangan apa pun– bisa begitu tragis, bagaimana dengan gadis yang hidupnyi susah (miskin-bodoh-jelek).
BACA JUGA: Lambatnya Penanganan Pembunuhan Mahasiswi Ubaya Angelina Natania, Keluarga Beberkan Hasil Autopsi
BACA JUGA: Kejari Pandeglang Jadi Sorotan di Kasus Revenge Porn Mahasiswi Banten
Dari segi usia, Caroline baru saja melewati masa remaja (usia 10 sampai 19). Dia baru masuk era dewasa muda. Problem hidup sangat sulit di masa remaja baru saja dia lalui. Tapi, tentu masih ada sisa, atau ekor, problematika hebat masa remaja.
Christina Cammarata, psikolog peneliti bunuh diri remaja, dari Nemours Alfred I duPont Hospital For Children di Wilmington, North Carolina, Amerika Serikat (AS), menulis di buletin Nemours Teenshealth bertajuk Suicide, menguraikan begini:
”Kebanyakan remaja yang gagal bunuh diri, dan kami wawancarai setelah melakukan bunuh diri yang gagal, mengatakan bahwa mereka melakukannya karena mereka mau melarikan diri dari situasi yang tampaknya mustahil untuk dihadapi. Atau, untuk melepaskan diri dari pikiran atau perasaan yang dia rasa sangat buruk.”
BACA JUGA: Kisah Mahasiswi Banten Jadi Korban Revenge Porn, Hidup Menderita 3 Tahun
BACA JUGA: Kronologi Pembunuhan Angelina, Mahasiswi Ubaya Yang Mayatnya Ditemukan di Jurang Pacet
Mereka yang diwawancarai sesungguhnya tidak ingin mati. Tetapi, ingin melarikan diri dari sesuatu yang sedang terjadi. Dan, pada saat itu, menurut pelaku, kematian satu-satunya jalan keluar.
Beberapa orang dari mereka melarikan diri dari perasaan penolakan, sakit hati, atau kehilangan. Orang lain merasa marah, malu, atau bersalah tentang sesuatu. Beberapa orang khawatir akan mengecewakan keluarga atau teman. Beberapa orang lain merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, menjadi korban, atau merasa menjadi beban bagi orang lain.
Kita semua terkadang merasa terbebani oleh emosi atau situasi yang sulit. Hidup siapa pun pasti sulit. Banyak remaja yang mampu melewatinya dan menemukan cara untuk melanjutkan hidup dengan tekad dan harapan.
BACA JUGA: Angelina, Mahasiswi Fakultas Hukum Ubaya, Tewas di Tangan Guru Les Musiknya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: