Militerisme Hibrida Menghadapi Supremasi Sipil

ILUSTRASI Militerisme Hibrida Menghadapi Supremasi Sipil.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Masyarakat sipil, akademisi, dan media memiliki peran penting dalam mengawasi tren itu dan memastikan bahwa supremasi sipil tetap menjadi pijakan utama tata kelola pemerintahan.
Reformasi 1998 menegaskan bahwa kepemimpinan negara berada di tangan warga sipil yang dipilih secara demokratis, bukan melalui jalur militer. Bila prinsip itu terus dilemahkan atas nama efisiensi dan pragmatisme administrasi, Indonesia berisiko mengulang pola pemerintahan masa lalu meski dalam bentuk yang lebih halus.
Demokrasi tidak hanya diukur dari kebebasan memilih pemimpin, tetapi juga dari seberapa kuat supremasi sipil ditegakkan melalui kebijakan nyata yang membatasi peran militer di luar fungsi pertahanan dan keamanan.
Jika militer terus diberi ruang yang makin luas dalam birokrasi sipil, pertanyaannya bukan lagi apakah supremasi sipil masih relevan, melainkan seberapa lama sistem itu dapat bertahan sebelum berubah sepenuhnya dan menyimpang dari cita-cita reformasi? (*)
*) Abdul Kodir Addakhil adalah kandidat doktor environment and geography, University of York, Britania Raya dan dosen sosiologi di Universitas Negeri Malang.
**) Probo Darono Yakti adalah direktur Center for National Defense and Strategic Studies dan dosen hubungan internasional dan periset CSGS FISIP, Unair.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: