UU TNI, RUU Polri, dan Kegelisahan Sipil Merawat Demokrasi

UU TNI, RUU Polri, dan Kegelisahan Sipil Merawat Demokrasi

ILUSTRASI UU TNI, RUU Polri, dan Kegelisahan Sipil Merawat Demokrasi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

GELOMBANG penolakan terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dan RUU Polri merebak di berbagai kalangan. Akademisi, aktivis hak asasi manusia, hingga masyarakat sipil mengkhawatirkan revisi itu sebagai ancaman terhadap supremasi sipil dan kembalinya dominasi militer dalam ranah politik serta pemerintahan sipil. Kegelisahan tersebut bukan tanpa alasan. 

Dalam sejarah Indonesia, peran militer dalam politik telah menjadi polemik panjang, terutama sejak era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

Dua pemikir militer-politik, Eric A. Nordlinger dan W. Howard Wriggins, telah memberikan perspektif yang relevan dalam memahami dampak keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil. 

BACA JUGA:Revisi UU TNI Indikasi Perampasan Supremasi Sipil

BACA JUGA:Pro-Kontra UU TNI: Menelaah Peran Militer dalam Politik dan Sosial Indonesia

Nordlinger dalam Soldiers in Politics: Military Coups and Governments membagi militer dalam tiga kategori: pragmatis, penjaga, dan penguasa. 

Sementara itu, Wriggins dalam Menopang Orde Baru menyoroti bagaimana ABRI menjadi pilar utama dalam stabilitas rezim Orde Baru dengan konsep dwifungsi ABRI, yang memberi militer peran ganda sebagai kekuatan pertahanan dan politik.

ANCAMAN KEMBALINYA PRAETORIANISME

Nordlinger menyoroti bahwa ketika militer mulai terlibat dalam administrasi pemerintahan, mereka tidak hanya menjadi ”pengawal negara”, tetapi juga bertransformasi menjadi ”penguasa negara”. 

BACA JUGA:Pakar Hukum UGM Kritik Sikap Represif Pada Pendemo Tolak UU TNI di Surabaya

BACA JUGA:Lemparan Mercon Picu Ricuh Demo Tolak UU TNI

Revisi UU TNI yang memungkinkan perwira aktif menduduki jabatan sipil berpotensi melanggengkan kembali model praetorianisme, yakni militer menjadi aktor dominan dalam pemerintahan dan mengerdilkan kontrol sipil.

Pada masa lalu, peran militer dalam birokrasi dan pemerintahan sering kali menyebabkan konflik kepentingan dan melemahkan prinsip akuntabilitas demokrasi

Saat ini revisi UU TNI membuka peluang bagi perwira aktif untuk mengelola sektor-sektor sipil, yang pada akhirnya dapat mengikis mekanisme pengawasan demokratis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: