Mengenal Kamis Putih, Rangkaian Pra-Paskah Mengenang Peristiwa Penjamuan Terakhir

Mengenal Kamis Putih, Rangkaian Pra-Paskah Mengenang Peristiwa Penjamuan Terakhir

Ilustrasi Perjamuan Terakhir: momen suci Yesus bersama dua belas murid-Nya. --Owlcation

HARIAN DISWAY – Di tengah pekan sunyi menjelang Paskah, ada satu malam yang sarat makna. Di malam ini, hampir dua ribu tahun lalu, terjadi peristiwa perjamuan terakhir.

Dalam momen sakral tersebut, Yesus Kristus dikisahkan menggelar makan malam terakhir dengan 12 muridnya. 

Malam itu juga, Yesus membasuh kaki-kaki mereka. Sebagai simbol kerendahan hati dan pelayanan seorang Imam kepada umatnya.

Ritual membasuh kaki umat kelak diteruskan oleh para Imam pelanjut ajaran Yesus. 

Malam itu disebut Kamis Putih. Ia bukan sekadar ritus tahunan. Ia adalah momen perpisahan yang agung, sekaligus pelajaran terakhir dari Sang Guru Agung sebelum salib menjadi kenyataan.

Kamis Putih adalah bagian dari Pekan Suci dalam tradisi Gereja yang memperingati hari-hari terakhir kehidupan Yesus sebelum wafat-Nya di kayu salib. Ia datang tepat sebelum Jumat Agung dan menjadi gerbang menuju peristiwa penderitaan yang besar, yakni penyaliban. 

Secara liturgis, Kamis Putih dikenal sebagai hari Perjamuan Terakhir. Di sinilah Yesus berkumpul untuk terakhir kalinya bersama dua belas murid-Nya sebelum ditangkap.

BACA JUGA:Tradisi - Tradisi Sebelum Perayaan Paskah dari Berbagai Belahan Dunia

BACA JUGA:Visualisasi Jalan Salib di SMAK Santa Maria, Cara Siswa Songsong Paskah


Upacara pembasuhan kaki sebagai simbol kerendahan hati dan kasih yang melayani. --America Magazine

Asal mula Kamis Putih dapat ditelusuri sejak abad keempat, ketika umat Kristen awal mulai merayakan rangkaian Pekan Suci secara lebih formal.

Di Yerusalem, para peziarah akan berkumpul dan mengikuti jejak langkah Yesus dari Ruang Atas (tempat Perjamuan Terakhir) menuju taman Getsemani. Mereka mengenang malam yang sangat emosional itu dengan doa dan pujian.

Istilah “putih” sendiri mengacu pada warna liturgi hari itu, yang digunakan untuk merayakan peristiwa suci dan penuh sukacita — berbeda dari warna merah Jumat Agung atau ungu masa tobat. Warna putih melambangkan kemurnian, kasih, dan pengabdian.

BACA JUGA:6 Hal yang Perlu Dihindari Saat Paskah

BACA JUGA:Pemerintah Tetapkan Libur Nasional Paskah 2025 pada 20 April 2025

Meskipun peristiwa ini menjadi awal dari penderitaan, ia tetap dianggap penuh keagungan karena menjadi momen peresmian Ekaristi dan pelayanan yang tulus.

Peristiwa inti dari Kamis Putih adalah Perjamuan Terakhir. Dalam suasana penuh keheningan dan keintiman, Yesus memecah roti dan menuangkan anggur untuk disajikan pada murid-muridnya.

Roti dan anggur merah adalah simbol dari tubuh dan darah-Nya. Isyarat pada murid-murid akan peristiwa berdarah yang akan Ia alami esok. Dari sinilah akar Sakramen Ekaristi atau Komuni Kudus bermula.

Bagi umat Kristen, setiap kali merayakan Ekaristi, mereka seakan kembali ke malam Kamis Putih — ikut duduk bersama di meja terakhir itu.

Namun tak hanya roti dan anggur yang menjadi ikon malam itu. Salah satu momen paling menyentuh dalam Kamis Putih adalah ketika Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Bukan sebaliknya.

BACA JUGA:Peringatan Paskah, UPH Kampus Surabaya Periksa Kesehatan Gratis kepada Masyarakat

BACA JUGA:7 Makanan Khas Paskah dan Makna di Baliknya

Tindakan membasuh kaki — yang saat itu biasanya dilakukan oleh budak rumah tangga — menjadi sebuah aksi yang radikal.

Sang Guru menunduk di hadapan murid. Bukan karena rendah, tapi karena kasih-Nya yang agung. Ia ingin murid-muridnya tahu, bahwa kekuasaan sejati adalah melayani, bukan memerintah.

Di banyak gereja hari ini, tradisi membasuh kaki masih dilakukan oleh para pemimpin rohani kepada jemaatnya sebagai pengingat akan kerendahan hati dan kasih yang aktif.

Setelah perjamuan selesai, Yesus berjalan menuju taman Getsemani. Di sanalah Ia berdoa dalam tekanan batin yang luar biasa. Ini adalah titik puncak sisi manusiawi-Nya — takut, gelisah, namun tetap menyerah pada kehendak yang lebih besar.

Dalam momen ini, kesepian menjadi teman. Murid-murid yang semula berjanji setia mulai tertidur. Malam pun menjadi saksi bisu pergulatan batin Sang Mesias.

BACA JUGA:Menag Ucapkan Selamat Tri Hari Suci Paskah, Lebih Istimewa Setelah Nama Isa Almasih Diubah Menjadi Yesus Kristus

BACA JUGA:5 Film Tentang Yesus Kristus untuk Memperingati Jumat Agung dan Paskah

Kamis Putih juga dikenal sebagai malam vigili atau berjaga. Sebab pada malam itulah Yesus ditangkap. Oleh karena itu, umat diajak untuk berjaga dalam doa — menghidupi kembali kesunyian Getsemani di tengah kehidupan yang riuh.

Kamis Putih bukan sekadar upacara tahunan. Ia adalah panggilan. Untuk mengingat, memaknai, dan meneladani.

Di tengah dunia yang gemar mengunggulkan status dan kekuasaan, Kamis Putih justru menantang kita untuk menunduk, melayani, dan mencintai dengan tulus.

Kita diajak masuk ke ruang atas. Duduk dalam keheningan. Melihat bagaimana roti dipecahkan dan kaki dibasuh. Menyadari bahwa kasih itu bukan sekadar kata, tapi tindakan nyata yang sederhana.

Kamis Putih membuka bab terakhir dalam kehidupan Yesus di dunia. Ia dimulai dari meja makan, lalu berlanjut ke taman, dan akhirnya ke salib. Namun semua dimulai dari kasih. Dari kesediaan untuk memberi diri sepenuhnya.

Dalam Kamis Putih, kita diingatkan bahwa jalan menuju kebangkitan tak pernah lepas dari pelayanan, pengorbanan, dan cinta yang merendah.

Maka setiap tahun, abu yang telah kita terima di awal masa tobat itu, kini mengantar kita menuju meja perjamuan — tempat kasih dihidangkan, sebelum akhirnya disempurnakan di Paskah.(Dave Yehosua)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: