Pemkot Surabaya Produksi Popok Kain untuk Balita, DLH Targetkan 15.500 Anak Terlayani hingga Juni 2025

Ilustrasi seorang Ibu ketika mengganti popok bayi.-Pexels-
“Jadi bukan hanya soal sampah saja, tapi juga meningkatkan pemberdayaan masyarakat,” tambahnya. Pemkot Surabaya menargetkan program ini akan terus dikembangkan setelah evaluasi tahap awal selesai.
Langkah itu juga sejalan dengan upaya penanganan sampah harian Kota Surabaya yang mencapai 1.800 ton per hari. Bahkan, alokasi anggaran sampah di Surabaya mencapai Rp 120 miliar dari total anggaran DLH sebesar Rp 500 miliar pada 2025.
Sebagai informasi, biaya pengelolaan sampah di TPA Benowo adalah sebesar Rp232.196 per ton. Dengan adanya pengurangan sampah dari sumber rumah tangga, termasuk melalui penggunaan popok kain ini, diharapkan beban TPA juga dapat berkurang secara signifikan.
BACA JUGA: Dropo Box, Solusi Kurangi Sampah Popok di Sungai Wringinanom Ala Ecoton
Rencana tersebut mendapat apresiasi dari Direktur Eksekutif Ecological Observation & Wetland Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi. Ia menilai langkah Pemkot Surabaya sangat relevan dengan urgensi perlindungan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
”Limbah popok sekali pakai menjadi salah satu penyumbang mikroplastik terbesar di alam,” ujarnya saat dihubungi,” Minggu, 18 Mei 2025. Prigi menjelaskan bahwa sekitar 55 persen bahan baku popok sekali pakai terdiri dari plastik.
Komposisi itu termasuk 42 persen polimer penyerap super atau super absorbent gel, yang berbentuk serbuk dan mengandung mikroplastik serta microbeads. Bahan ini bisa menyebabkan gangguan pernapasan jika terhirup.
BACA JUGA: Orasi Ilmiah Guru Besar Unair Prof Lilis: Semua Bisa Terpapar Mikroplastik
Selain itu, lanjutnya, ada pula kandungan polimer aditif sebanyak 27 persen. Seperti tributilin, stirena, xylene, hingga dioxin. Senyawa-senyawa ini termasuk dalam kelompok zat pengganggu hormon, yang berpotensi menyebabkan iritasi kulit, gangguan imun, hingga masalah pada fungsi hati dan reproduksi.
”Sebagian besar bahan kimia dalam popok sekali pakai berdampak langsung pada sistem hormon manusia,” tegas Prigi. Ia juga menyebut bahwa pelapis anti kerut dalam popok sekali pakai, yang mencapai 12 persen, mengandung senyawa ftalat.
Zat ini dikaitkan dengan resistensi insulin yang memicu diabetes, bahkan risiko kanker. Sementara tisu dan lapisan film belakang (sekitar 10 persen) tersusun atas polylactic acid, yang ketika dibuang ke sungai akan terurai menjadi mikroplastik.
Dalam konteks lingkungan, mikroplastik jenis fiber—mirip plankton—berdampak buruk bagi ekosistem air. Mikroplastik jenis ini dapat mengganggu hormon reproduksi ikan, salah satunya memicu terjadinya fenomena intersex atau ikan berkelamin ganda. Fenomena ini meningkatkan risiko kepunahan spesies ikan air tawar.
BACA JUGA: Bahaya Mikroplastik di Balik Teh yang Anda Minum
BACA JUGA: Ecoton Ungkap 5 Teh Celup Ternama Mengandung Mikroplastik, Apa Risikonya bagi Kesehatan?
”Kami menemukan hingga 80 persen ikan di beberapa sungai telah memakan serpihan popok berbentuk serat atau fiber. Akibatnya, mereka mengalami kenyang semu, padahal nutrisi tidak terserap,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: