Tiongkok Ngegas

Tiongkok Ngegas

GAIKINDO Indonesia International Automotive Show (GIAAS) 2025 berlangsung 24 Juli hingga 3 Agustus 2025 menampilkan lebih dari 60 merek otomotif global.-Arif Afandi untuk Harian Disway-

BACA JUGA:Kemitraan Strategis Indonesia-Tiongkok

Kini mereka menghadapi tantangan serius dari merek Tiongkok yang menawarkan teknologi tinggi, elektrifikasi, dan harga kompetitif. 

Hadirnya Xpeng dengan unit X9 buatan lokal dari pabrik Purwakarta, peluncuran BYD Atto 1 di bawah Rp 200 juta, dan debut global merek hybrid Lepas milik Cherry adalah contohnya. Kehadiran mereka tak hanya menjadi pemain pelengkap, tetapi penentu arah industri. 

Hampir semua merek mobil asal Tiongkok menawarkan keragaman fitur, keunggulan teknologi listrik, dan harga yang kompetitif. 

Kini konsumen mobil di Indonesia bisa menikmati fitur-fitur mobil premium dengan harga sepertiga dari mobil premium produk Jepang maupun Eropa. Bisa menikmati kenyamanan mobil premium dengan nilai ekonomis yang jauh lebih murah.

BACA JUGA:Dilema Pengenaan Bea Masuk Antidumping Produk Impor dari Tiongkok

BACA JUGA:BRI, Kontribusi Tiongkok bagi Negara Berkembang

Kesan saya, hampir semua merek mobil Tiongkok mengambil benchmark mobil-mobil Jepang dan Eropa. Saya sempat mencoba salah satu mobil premium Tiongkok dengan merek Aion. 

Saya merasakan interior dan kenyamanan setara mobil Lexus yang menjadi andalan mobil premium asal Jepang. Demikian juga Xpeng X9 seharga Rp 1 M yang tak kalah dengan Lexus LM yang harganya lebih dari Rp 2 M.

Menyaksikan GIAAS 2025 tak hanya melihat pameran otomotif. Tapi, saya juga menangkap sebuah perubahan ekosistem, bahkan geostrategi industri otomotif dunia. Sementara itu, Indonesia dengan sendiri menghadapi dilema strategis atas perubahan peta domestik maupun global industri otomotif.

BACA JUGA:Prospek Baru Persahabatan Indonesia dan Tiongkok

BACA JUGA:Persahabatan Indonesia-Tiongkok Makin Kokoh

Dominasi merek baru mobil asal Tiongkok itu jelas mengancam struktur perdagangan otomotif yang selama ini bertumpu pada impor dari Jepang dan Korea Selatan. 

Jika tidak ada upaya menyusun ulang kebijakan insentif, perlindungan industri strategis dan pengembangan riset, bisa jadi kita hanya akan menjadi pasar konsumtif baru dari mobil Tiongkok. 

Namun, di sisi lain, situasi itu bisa menjadi peluang baru bagi Indonesia. Kita bisa membangun ulang ekosistem otomotif berbasis kendaraan listrik, dengan menjadikan dominasi Tiongkok sebagai katalis transformasi, bukan sekadar kompetisi pasar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: