Candi Panataran, Napak Tilas Tiga Zaman
Candi Panataran, candi yang melintas tiga zaman pada era Hindu-Buddha.-Guruh D.N.-HARIAN DISWAY
HARIAN DISWAY - Matahari di atas kepala. Terik. Siang itu, 5 Desember 2025, saya mengunjungi Candi Panataran di Blitar. Ditemani oleh empat orang: Xs. Endang Titis Bodro Triwarsi, Ws. Liem Tiong Yang, Panji Waskito, dan Surya Dewangga.
Di bagian depan, terdapat halaman luas dengan rerumputan hijau serta batuan candi. Itulah ruang mandala jaba. Sisi terluar.
Candi Naga di bagian tengah kompleks Panataran terlihat estetik. Di belakangnya merupakan candi utama. Namun, atapnya sudah tak tersisa lagi.
Dua arca Dwarapala berdiri kokoh. Lengkap dengan senjata di tangan dan paras yang menyeringai. Keduanya menjadi penanda ruang mandala madya. Ruang tengah kompleks Candi Panataran. Berjalan sedikit ke kiri, sampailah di Candi Naga.
BACA JUGA:Borobudur Marathon dan Cerita Keringat di Kaki Candi
BACA JUGA:Bersih Desa Tumpang 2025, Cara Merawat Warisan Candi Jago lewat Kirab Budaya
Di balik pintu masuknya, terdapat arca Ganesha. Dewa Ilmu Pengetahuan. Tapi dari berbagai sumber yang saya dapatkan, arca tersebut sebenarnya bukan berasal dari Candi Panataran. Namun, penempatannya di Candi Naga cukup tepat.
Sebab, mengacu pada kisah dari kitab Tantu Panggelaran, konon, Dewa Ganesha pernah bertapa di Lereng Kelud.
Kemudian datang Dewa Brahma untuk mengganggunya. Dewa tersebut meminta Ganesha menebak jumlah kepalanya.
Sebenarnya, kepala Dewa Brahma berjumlah lima. Namun, satu kepala ia sembunyikan. Ganesha pun memberi jawaban: empat kepala. Di sisi lain, Batara Siwa, ayah Ganesha, mengetahui kecurangan Dewa Brahma tersebut.
BACA JUGA:Misteri Candi Dadi, Warisan Arkeologi di Tulungagung
Dengan segera Batara Siwa memotong salah satu kepalanya. Kemudian kepala itu dibenamkan di dalam Gunung Kelud.

Candi utama di kompleks percandian Panataran. Candi tersebut hanya menyisakan fondasinya saja.-Guruh D.N.-HARIAN DISWAY
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: harian disway