MBG Hadapi Persoalan Serius, Komisi IX Desak BGN Bentuk Eksosistem SPPG yang Terstruktur

MBG Hadapi Persoalan Serius, Komisi IX Desak BGN Bentuk Eksosistem SPPG yang Terstruktur

Edy Wuryanto, anggota Komisi IX DPR RI.--

HARIAN DISWAY - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Edy Wuryanto mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk membentuk ekosisitem Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terstruktur.

Hal itu dikarenakan belakangan ini program Makam Bergizi Gratis (MBG) menghadapi berbagai persoalan yang serius, mulai dari kasus keracunan makanan hingga mitra pelaksana yang belum dibayarkan.

Menurut Edy, sebelum memperluas jangkauan program MBG, BGN harusnya membangun ekosistem yang terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan terlebih dahulu. 

“Di fase awal ini, prioritas BGN seharusnya adalah membentuk ekosistem SPPG yang solid. Seperti yang selama ini direncanakan, setiap SPPG ada struktur yang jelas sepeeti kepala unit, ahli gizi, dan pengelola keuangan,” ujarnya.

BACA JUGA:Masih Berlanjut, Dapur MBG Kalibata Justru Ditagih Rp400 Juta Oleh Yayasan MBN

BACA JUGA:Lapor: Uang Makan Bergizi Gratis (MBG) Diembat

Politisi asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menilai, pelibatan banyak mata rantai malah menambah risiko. Termasuk di antaranya adalah potensi ketidakteraturan pembayaran serta lemahnya pengawasan kebersihan makanan. 

Sebagai contoh kasus yang terjadi di Kalibata, Jakarta. Di mana salah satu SPPG dilaporkan belum melakukan pembayaran pada mitranya.

Komisi IX DPR RI menolak penggunaan model katering. Proses memasak harus dilakukan langsung oleh SPPG agar pengawasan kualitas dan keamanan makanan bisa berjalan efektif,” tambahnya.

Selanjutnya, ia menuntut BGN yang menjadi penanggung jawab utama program MBG untuk segera menerbitkan petunjuk teknis (juknis) serta Standar Pelayanan Minimal (SPM). 

BACA JUGA:Dapur MBG Kalibata Kembali Beroperasi, Langkah Hukum dengan Yayasan MBN Masih Tetap Berlanjut

BACA JUGA:Dapur MBG Prabowo di Kalibata Rugi Hampir Rp 1 Miliar, 65.000 Porsi Belum Dibayar!

Sebab menurutnya, ketiadaan dua dokumen tersebut (juknis dan SPM) dapat menyebabkan ketidakteraturan dalam pelaksanaan program MBG di lapangan.

“Juknis dan SPM harus dijadikan acuan bersama oleh seluruh SPPG agar tidak terjadi interpretasi yang berbeda-beda dalam pelaksanaan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: