Melawan Bencana Demografi dengan Rengasdengklok Baru

ILUSTRASI Melawan Bencana Demografi dengan Rengasdengklok Baru-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
KITA kembali mengenang peristiwa Rengasdengklok, sebuah momen yang bukan sekadar insiden penculikan. Melainkan, juga simfoni antara keberanian pemuda dan kebijaksanaan pemimpin bangsa. Sejarah memberikan pelajaran yang tak pernah pudar: generasi muda adalah katalis lahirnya kemerdekaan.
Tanpa ”bondo nekat” anak-anak muda menculik dwitunggal Soekarno-Hatta sehari sebelum proklamasi, mungkin 17 Agustus 1945 tidak akan kita rayakan. Kenekatan yang lahir dari keresahan disertai perhitungan matang menemukan momentum dan membuahkan kedaulatan yang kita nikmati hingga kini.
Spirit Rengasdengklok bukan hanya soal keberanian, melainkan juga inisiatif pemuda dalam membaca momentum sejarah. Mereka tidak menunggu pasif, tetapi mendorong agar proklamasi segera dikumandangkan. Di situlah pemuda berperan sebagai jembatan antara kegelisahan rakyat dan keputusan politik negara.
BACA JUGA:Bonus Demografi, Gen Z, dan Tantangan SDM
BACA JUGA:Bonus Demografi di Era Indonesia Emas 2045, Berkah atau Musibah?
Sejarah mencatat bahwa tonggak kemerdekaan tidak lahir dari ruang hampa, tetapi dari energi dan desakan kaum muda yang berani menanggung risiko serta mampu memberikan arah kepada langkah bangsa.
Delapan dekade kemudian, tantangan generasi muda hadir dalam bentuk baru: transformasi teknologi, globalisasi, dan revolusi digital. Ironisnya, di tengah derasnya arus inovasi, banyak anak muda yang justru gagap dalam menghadapi kecerdasan buatan (AI).
Alih-alih menjadikannya katalis untuk melompat ke depan, sebagian masih sibuk memperdebatkan ancaman dan tren sesaat. Padahal, sebagaimana pemuda 1945 menjadikan kenekatan sebagai strategi, generasi kini dituntut menjadikan AI sebagai alat perjuangan baru.
BACA JUGA:Menuju Indonesia Emas 2045: Kepemimpinan Nasional-Strategis dan Tantangan Bonus Demografi
BACA JUGA:Sambut Bonus Demografi, Alumni IPNU Dorong Pelajar Profesional dan Berkarakter
Pertanyaannya, sudahkah kita siap mengambil estafet menuju Indonesia Emas 2045 dengan membersihkan lintasan dari kebodohan, ketidakpedulian, dan ketertinggalan teknologi? Jika generasi Rengasdengklok menjemput kemerdekaan dengan keberanian, generasi hari ini ditantang menjemput masa depan dengan kecakapan, kreativitas, dan literasi digital.
PEMUDA ATAU PEMERINTAH: SIAPA SANG AKTOR KUNCI?
Delapan dekade lalu peristiwa Rengasdengklok menghadirkan energi muda yang mampu mengguncang jalan sejarah. Chairul Saleh, Aidit, Wikana, dan Sukarni menggeser Soekarno-Hatta dari pengaruh Jepang sekaligus membuka jalan bagi keputusan bersejarah yang sehari kemudian melahirkan Proklamasi Kemerdekaan.
Aksi itu tidak lahir dari keberanian kosong, tetapi dari dorongan generasi muda yang menolak menunggu janji asing dan justru memilih mempercepat momentum kemerdekaan. Peristiwa tersebut menegaskan bahwa pemuda berfungsi sebagai katalis perubahan, sementara keputusan final tetap berada di tangan pemangku kebijakan yang mampu menginstitusikan aspirasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: