Perspektif Baru TNI dalam Menghadapi Ancaman Perang Ekologis

Perspektif Baru TNI dalam Menghadapi Ancaman Perang Ekologis

Ilustrasi perang ekologis di Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Sementara itu, lumba-lumba dan paus terancam oleh inhalasi senyawa berbahaya. Studi menunjukkan bahwa efek dari tumpahan minyak itu bisa bertahan lama, memengaruhi populasi spesies tertentu selama bertahun-tahun.

BACA JUGA:TNI-AL Gelar Latgab Komodo

BACA JUGA:Latihan Menyelam Tingkatkan Keahlian Prajurit TNI-AL

Robert Costanza (dalam buku Ecological Economic for Future, 2018), seorang tokoh dalam ekonomi ekologi, berpendapat bahwa ekosistem merupakan modal alam yang esensial. Ekosistem menyediakan layanan bagi manusia, termasuk sumber daya alam. 

Setiap kerusakan pada ekosistem laut, khususnya dari tumpahan minyak, memiliki dampak ekonomi serius, terutama bagi industri perikanan dan pariwisata. Bagi komunitas pesisir yang tergantung pada laut, tumpahan minyak bisa menghancurkan ekonomi lokal.

Robert D. Ballard, oseanografi terkenal, penemu bangkai kapal Titanic (2019), menyerukan pendekatan tiga program untuk mengatasi ancaman tumpahan minyak: pencegahan, deteksi dini, dan respons cepat. 

BACA JUGA:TNI-AL Latihan Bareng Tentara Filipina

BACA JUGA:Meninggalnya Dua Pilot Andalan TNI-AL di Selat Madura: Menjadi Yatim sejak di Dalam Kandungan

Menurutnya, pencegahan adalah langkah krusial pertama. Pelatihan yang memadai bagi personel industri minyak, pemeliharaan peralatan, dan audit rutin harus menjadi standar. 

Selain itu, deteksi dini melalui penelitian dapat meminimalkan kerusakan. Saat bencana terjadi, ”golden hour” menjadi krusial dalam upaya mitigasi, seperti yang ditekankan oleh Ballard.

Permasalahan itu adalah kondisi simalakama. Potensi alam dibutuhkan untuk memperbaiki masalah perekonomian negara. Namun, di sisi lain, saat ini NKRI ditempatkan pada posisi sebagai negara yang membahayakan ekologi. 

BACA JUGA:HUT TNI-AL: Di Jakarta Berlayar, di Surabaya Menembak

BACA JUGA:TNI-AL Punya Kapal Rumah Sakit Baru

Keadaan seperti itu sesungguhnya merupakan ”perang ekologis” yang harus ditanggapi dengan strategi-strategi dalam pertahanan dan keamanan wilayah.

Di titik inilah seharusnya TNI dan masyarakat berada pada satu kesatuan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia. Meski izin penggunaan lahan atau pertambangan telah diberikan, tidak berarti dengan begitu saja dilepas tanpa kontrol dan membiarkan proses dekstruksi masif terjadi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: