Museum dan Gen Alpha

ILUSTRASI Museum dan Gen Alpha. Setiap tanggal 18 Mei diperingati sebagai Hari Museum Internasional.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Pameran Solid Gold di Brooklyn Museum, Emas sebagai Ekspresi Seni dan Kekuasaan
Yang segera saya sadari: dunia Tawa sangat berbeda dari dunia saya. Ia lahir di era serba menyala dan bergerak. Sebagai generasi alpha, Tawa tumbuh dengan layar sentuh, video interaktif, dan internet sebagai bagian dari keseharian.
Sedangkan saya, sebagai milenial, mengalami dunia transisi –antara ensiklopedia cetak dan internet, antara surat dan WhatsApp.
Itu membuat saya sering bertanya: bagaimana saya bisa mengenalkan dunia saya tanpa memaksanya meninggalkan dunianya?
BACA JUGA:Museum WR Soepratman, Saksi Bisu Hari Terakhir Sang Komposer
BACA JUGA:10 Rekomendasi Working Space di Surabaya, Nomor 3 Museum Ternama Jawa Timur Lho!
Ketika saya mengajaknya ke museum yang gelap dan penuh kaca, ia bosan. Ia berlarian di lorong pameran, tertawa keras, lalu merengek karena tak boleh menyentuh apa pun. Sementara itu, saya berdiri canggung, antara ingin menikmati artefak dan menjaga Tawa yang jelas-jelas bosan.
Dunia museum yang saya cintai ternyata asing dan membosankan bagi Tawa. Itulah benturan dua zaman. Saya ingin mengenalkan pentingnya merawat ingatan. Tapi, saya juga sadar, saya tidak bisa memaksakan cara belajar saya kepada anak yang hidup di ekosistem yang berbeda.
Paulo Freire, pendidik sekaligus filsuf, menyebutkan bahwa mengajar adalah tindakan subversif, menggugat kebiasaan lama, membuka kemungkinan baru yang membebaskan. Maka, sebagai orang tua sekaligus pendidik pertama dan terutama, saya harus rendah hati untuk belajar dan berubah.
BACA JUGA:Hari Museum Nasional 12 Oktober: Sejarah dan Cara Memperingatinya
BACA JUGA:Museum Surabaya Siola Resmi Dibuka Lagi, Ceritakan Perjalanan Panjang Kota Pahlawan
Saya mencoba ”membawa” museum ke rumah: lewat cerita, bacaan, dan permainan. Lewat dinosaurus –makhluk purba kesukaan Tawa– saya menyisipkan cerita tentang zaman dahulu, perubahan bumi, dan cara bertahan hidup.
Kami membaca buku fosil, membuat tulang dari tanah liat, dan menonton dokumenter ringan. Tawa belajar sejarah dari titik yang ia sukai dan saya menjaga api masa lalu tetap menyala.
Suatu hari nanti mungkin kami kembali ke museum ”serius”, ketika Tawa bisa lebih lama berdiri di depan pameran. Saya percaya museum penting bagi semua generasi. Tapi, ia harus terus berbenah.
BACA JUGA:Edukasi Budaya Militer di Museum Pusat TNI Angkatan Laut (TNI-AL)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: