Zakat dan Pajak

Zakat dan Pajak

ILUSTRASI zakat dan pajak. Keduanya memiliki persamaan dan perbedaan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Pajak Mencekik Picu Pemberontakan

Bahkan, Abu Yusuf –murid Imam Abu Hanifah– menulis kitab Al-Kharaj atas permintaan Khalifah Harun Al-Rasyid di zaman Abbasiyah. 

Melihat narasi hadis-hadis itu, pajak dikenakan kepada nonmuslim karena perlindungan pemerintahan Islam (jizyah) dan kepada nonmuslim (di beberapa riwayat disebut juga kepada muslim) atas pemanfaatan tanah-tanah yang ditaklukkan oleh umat Islam (kharaj). 

Zaman dulu tanah yang ditaklukkan banyak yang tetap diserahkan kepada penduduk asli untuk dikelola. Sebab, bangsa Arab lebih dikenal sebagai pedagang. Bukan petani yang bisa mengelola tanah-tanah pertanian. Karena Islam tidak memaksa penduduk yang ditaklukkan untuk memeluk Islam, banyak penduduk di negeri taklukan yang tetap nonmuslim. 

BACA JUGA:Lampu Kuning Pajak Daerah

BACA JUGA:Lega Penerimaan Pajak

Dengan demikian, pajak tidak dikenakan kepada muslim. Itulah yang kemudian memperkuat pendapat bahwa haram mengenakan pajak kepada muslim. Untuk muslim, ada ketentuan tersendiri, yaitu zakat. 

Hukum membayar zakat bagi muzaki –orang yang memenuhi  kewajiban berzakat– adalah wajib. Jadi, muslim wajib membayar zakat dan nonmuslim wajib membayar pajak (jizyah dan kharaj).

Dalam sejarah Islam, pajak juga diterapkan dalam pemerintahan Islam. Tentu, setelah memperoleh fatwa dan persetujuan dari para ulama. Di antaranya, pada masa Sultan Al-Zahir Baybars di Syam atau Suriah (Al-Bayumy, seperti dikutip Mutiara Intan dan NU online). 

BACA JUGA:Pajak Tinggi, Tax Ratio Rendah

BACA JUGA:Pajak Sidoarjo Pulih Lebih Cepat

Diceritakan, saat Syam diserang Bangsa Tatar, Sultan Al-Zahir Baybars bersiap melawan. Namun, kas tak cukup untuk membiayai tentara.  Maka, ia meminta pendapat para ulama Syam tentang boleh tidaknya mengambil sebagian uang rakyat untuk menutupi biaya tentara. Kemudian, semua ulama tersebut mengizinkan. 

Begitu juga saat kesultanan Yusuf bin Tasyfin di Andalusia, saat  mempersiapkan pasukan dan menghadapi musuh. Karena di baitulmal tidak tersedia cukup dana, ia mengumpulkan para ulama dan hakim, termasuk qadi Abu Al-Walid Al-Baji. 

Mereka semua dengan suara bulat memfatwakan bahwa pemerintah diperbolehkan mengambil dari kaum muslimin sejumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 

BACA JUGA:Ancaman Pendapatan Pajak Daerah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: