RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas Pekan Depan, DPR RI Bakal Ajukan Rancangan Baru

Plakat Aset Barang Rampasan Negara di Rupbasan KPK, Jakarta.-KPK-
HARIAN DISWAY - Betapa besar kerugian rakyat akibat ulah koruptor. Dalam lima tahun terakhir, uang negara yang diembat tiap tahun hampir selalu di atas Rp50 triliun.
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), kasus korupsi merugikan keuangan negara hingga Rp238,14 triliun dalam sepuluh tahun terakhir.
Maka, betapa mendesaknya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Tetapi betapa alot pula perjalanannya. Sejak dirancang pertama pada 13 tahun silam, hingga kini tak kunjung disahkan.
Sebetulnya RUU Perampasan Aset sudah dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah pada 19 November 2024.
BACA JUGA:Koalisi Sipil Minta 5 Isu Krusial Masuk RUU Perampasan Aset
Tepatnya sebagai salah satu dari 40 RUU yang diusulkan. Sayang, RUU Perampasan Aset tidak dimasukkan ke Prolegnas Prioritas.
Itulah masalahnya. Sebab, masuk prolegnas tidak otomatis menjadi prioritas. Review Komisi III DPR RI menganggap RUU itu masih butuh kajian lebih lanjut.
Sempat ada perdebatan pula terkait siapa inisiatifnya (pemerintah atau DPR), timing penyerahan Daftar Isian Masalah (DIM), hingga kelengkapan draf.
RUU Perampasan Aset pun menjadi salah satu tuntutan dari demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus lalu. Presiden Prabowo Subianto lantas buka suara. Bahkan berjanji untuk memperjuangkannya.
BACA JUGA:RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas, Kini Dibahas di Komisi III DPR
Akhirnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sepakat memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas pekan depan. Termasuk tiga RUU lainnya: RUU Pemerintahan Aceh, RUU Kamar Dagang dan Industri (Kadin), serta RUU Kawasan Industri.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan memastikan pembahasan RUU Perampasan Aset akan dilakukan secara terbuka dan transparan.
Baginya, partisipasi publik sangat penting agar masyarakat tidak hanya mengetahui judul undang-undang, tetapi juga memahami substansi di dalamnya.
“Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup. Semua harus bisa diakses publik,” ujar Bob Hasan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis 11 September 2025.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: